KRI Teluk Bone 511: Terlibat Dua Momen Pendaratan Amfibi Bersejarah
By
Moh Wahyudi
Kapal Tempur
0
komentar
Genderang program MEF (minimum essential force) telah berkumandang, kemudian diwujudkan dengan update beragam alutsista baru, tapi pada kenyataan bukan berarti alat perang tua langsung disingkirkan. Sepanjang esensi dan fungsionalitas alat perang masih aman, beberapa masih terus di lestarikan. Di lini armada LST (landing ship tank), masih ada kapal yang tergolong amat sepuh, bila ditakar usianya sudah jauh lebih tua dari anggota TNI AL aktif paling senior sekalipun.
Yang dimaksud adalah LST 542 Class buatan AS. Di awal tahun 60-an, khususnya dalam menyongsong operasi Trikora, TNI AL mulai kebanjiran LST untuk menunjang misi pendaratan amfibi. Berlanjut di awal Orde Baru, LST 542 yang menjadi pemain di banyak laga Perang Dunia II dan Perang Vietnam kembali berdatangan memperkuat Satuan Kapal Amfibi TNI AL. Diantaranya ada KRI Teluk Langsa 501, KRI Teluk Bayur 502, KRI Teluk Amboina 503 (buatan Sasebo – Jepang), KRI Teluk Kau 504, KRI Teluk Menado 505, KRI Teluk Tomini 508, KRI Teluk Ratai 509, KRI Teluk Saleh 510, dan KRI Teluk Bone 511. Kecuali KRI Teluk Amboina, kesmua LST diatas merupakan veteran Perang Dunia II, terutama dalam perannya saat operasi pendaratan pasukan Sekutu di pantai Normandia, Perancis di 1944. Beberapa diantara LST tadi juga ada yang mampir untuk terlibat dalam operasi AS di Vietnam pada periode 1967 – 1970. Sebagai informasi, bila identitas LST di TNI AL ditandai dengan nama Teluk, maka di AL AS, identitas LST diawali dengan nama County, seperti USS Solano County LST-1128, yang kemudian berganti nama jadi KRI Teluk Langsa 501.
Kini setelah 70 tahun berlalu, sebagian besar LST 542 Class yang sempat menjadi tulang punggung armada LST sudah dihapus dari inventaris armada TNI AL. Merujuk informasi di situs Wikipedia, masih ada empat unit LST 542 Class yang dioperasikan Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), yaitu KRI Teluk Bayur 502, KRI Teluk Amboina 503, KRI Teluk Ratai 509 dan KRI Teluk Bone 511. Dari keempat LST tersebut, hanya KRI Teluk Amboina yang masih agak aman dari rencana pensiun, selebihnya sudah digadang untuk masuk masa purna tugas dalam waktu dekat.
KRI Teluk Bone 511
Selain keterlibatan armada LST 542 Class dalam laga di Normandia, kesemua LST 542 milik TNI AL pernah disatukan dalam operasi militer terbesar TNI, yakni operasi Seroja di Timor Timur. Dalam tulisan ini, sedikit dipetik keterlibatan salah satu LST tersebut yang kini masih aktif beroperasi, yaitu KRI Teluk Bone 511.
Merujuk dari sejarahnya, KRI Teluk Bone yang masuk LST 542 Class bisa digolongkan sebagai light LST, pasalnya bobot mati kapal ini hanya 1.651 ton, sementara untuk bobot muatan penuhnya bisa mencapai 4.145 ton. Sebagai perbandingan, LST Frosch class I bobot normalnya 1.744 ton dan LST Frosch-II bobot normalnya 1.530 ton. Sementara LST terbaru TNI AL, KRI Teluk Bintuni 520, bobot matinya 2.300 ton. Kapal ini punya panjang 100 meter dan lebar 15 meter. Dapur pacu kapal ini dipercayakan pada 2 unit mesin diesel General Motors 12-567 900HP dengan dua bilah propeller dan dua kemudi. Dari mesin tersebut, dapat dicapai kecepatan maksimum hingga 12 knots (setara 22 km per jam). Soal jarak tempuh, dalam kondisi normal Teluk Bone bisa menjelajah sampai 24.000 mil (38.624 km), pada kondisi tersebut kecepatan kapal dipatok 9 knots dengan bobot penuh 3.960 ton
Sebagai kapal pendarat amfibi, KRI Teluk Bone dibekali dengan kemampuan angkut cargo. Selain bisa dimuati 17 unit tank pada tank deck (dek bagian bawah), dek utama (dek bagian atas) juga dapat diakses untuk keluar masuk kendaraan, hal ini dimungkinkan berkat adanya elevator forward setelah pintu pada ramp. Dalam gelar operasi, dek utama kerap ditempati kendaraan pendukung seperti truk, artileri, jip, dsb. Soal kapasitas muatan bergantung pada jenis misi yang diembannnya, secara umum LST 542 class bisa dimuati beban antara 1.600 ton hingga 1.900 ton.
Tak hanya menghantarkan tank, KRI Teluk Bone juga dapat mengakut pasukan Marinir yang terdiri dari 16 perwira dan 147 prajurit. Untuk tugas pendaratan pasukan ke bibir pantai, tersedia dua unit LCVP (Landing, Craft, Vehicle and Personnel). Lalu bagaimana dengan persenjataannya? Kapal ini dirancang lebih pada kebutuhan peran dari PSU (penangkis serangan udara), ada dua pucuk kanon twin kaliber 40 mm (di haluan dan di buritan), empat pucuk kanon 40 mm laras tunggal, dan 12 pucuk kanon 20 mm laras tunggal. Kesemuanya dioperasikan secara manual. Kapal perang ini secara keseluruhan diawaki oleh 7 perwira dan 104 anak buah kapal. Sampai saat ini, KRI Teluk Bone 511 dikomandani oleh perwira menengah berpangkat Letnan Kolonel. Sebagai wujud orisinalitas, corong komunikasi dari bridge (anjungan) ke kamar mesin masih menggunakan pipa dan bukan radio seperti kapal militer masa kini. Jam, lonceng, instrumen, bahkan lambang kapal asli dari AS masih ada di beberapa kapal-kapal LST eks Perang Dunia II ini.
Aksi Pendaratan di Timor Timur
Saat masih menjadi milik AL AS dengan nama USS Iredell County (LST-839), kapal ini telah berlaga pada kancah Perang Dunia II, tapi bukan aksi melawan NAZI Jerman, melainkan disiapkan untuk berlaga di palagan Pasifik dalam perang melawan Jepang. Salah satu aksi USS Iredell County yakni ikut menunjang pendaratan pasukan amfibi Marinir AS dalam serbuah ke Pulau Okinawa pada bulan April 1945. Kiprah kapal ini kemudian berlanjut dalam laga AS dalam Perang Vietnam, USS Iredell County dilibatkan secara aktif dalam misi angkutan logistik dari basis AL AS di Filipina dan Jepang ke Vietnam.
Setelah jadi milik Indonesia, debutnya setelah berganti nama jadi KRI Teluk Bone 511 adalah pada operasi Seroja. Seperti dalam petikan berikut ini:
Tanggal 6 Desember 1975, Batalyon 403/Raiders Kostrad tiba di lepas pantai Tailaco dengan LST KRI Teluk Bone 511. Sore harinya BTP (Batalyon Tim Pendarat)-5/Infanteri Brigade-1/Pasrat Marinir turun dari Atabae dan segera masuk ke dalam LST untuk persiapan pendaratan amfibi di Dli pada pukul 05.00 keesokan harinya. Tank PT-76 dan pansam BTR-50P yang baru selesai digunakan untuk melancarkan penyerangan ke Atabae dari Palaka melalui medan pegunungan yang sulit ditempuh dan tanjakan tajam, hingga mengakibatkan mesin ranpur tersebut melampaui suhu normal.
Pada tanggal 6 Desember 1975 malam, LST KRI Teluk Bone 511 yang sudah mengangkut BTP-5/Infanteri Marinir menjadi salah satu kapal perang dalam Komando Tugas Amfibi Operasi Seroja di bawah komandan Kolonel Laut (P) Gatot Soewardi. Dalam gugus tugas tersebut terdapat lima kapal peran lain, yakni kapal tender kapal selam KRI Ratulangi 400, bertindak sebagai kapal komando, korvet KRI Barakuda 817, frigat KRI Martadinata 342, kapal perbengkelan dan perbekalan KRI Jaya Wijaya 921, dan kapal tanker KRI Sorong 911 buatan Yugoslavia yang punya kapasitas angkut 3.000 ton bahan bakar dan 300 ton air tawar.
LST lain yang terlibat dalam operasi pendaratan di Dili adalah KRI Teluk Langsa 501, LST yang setipe dengan KRI Tekuk Bone ini mengangkut satu Batalyon Marinir dari Brigade-2/Pasrat di bawah pimpinan Letkol (Mar) Suparmo. Lepas dari misi pendaratan di Dili, pada 9 Desember malam, unsur Brigade-2/Pasrat Marinir kembali naik ke LST KRI Teluk Langsa 501 yang berlambuh di lepas pantai Dili untuk melakukan pendaratan amfibi di Laga, sekitar 20 km Timur Baucau.
Proses pendaratan amfibi di pantai Dili di dahului dengan serangkaian penembakan ke bibir pantai, hal ini dimaksudkan untuk menurunkan moril pasukan lawan dan mengangkat moril pasukan pendarat Marinir. Dalam rangkaian tembakan, KRI Ratulangi menembak dengan kanon 57 mm, KRI Barakuda dan KRI Martadinata menembak dengan kanon 76 mm. KRI Jaya Wijaya menembakkan 4 kanon laras ganda Bofors 40 mm dengan proyektil HE seberat 0,96 kg. Menjadi sasaran tembakan adalah wilayah pendaratan dan markas Fretilin.
Sekilas KRI Teluk Bone 511
KRI Teluk Bone-511 dibuat di galangan kapal American Bridge Company, Ambridge, Pennsylvania, Amerika Serikat, dan resmi meluncur pada 25 September 1944. Pada bulan Juli 1970 USS Iredell County dijual kepada Pemerintah Republik Indonesia, dan kemudian pada 12 Desember 1970 memperkuat jajaran armada TNI AL dengan nama KRI Teluk Bone-511, dengan komandan pertama Mayor Laut (P) M.H. Poerbosisworo. Pada tanggal 1 Januari 1990 KRI Teluk Bone-511 dialihbinakan ke Kolinlamil. Nama Teluk Bone diambil dari nama sebuah teluk yang berada di sebelah Selatan Pulau Sulawesi.
Keberadaan KRI Teluk Bone yang masih eksis dan tetap dapat beroperasi hingga saat ini tidak terlepas dari upaya-upaya TNI AL dalam rangka mempertahankan kesiapan teknis KRI melalui program Perpanjangan Usia Pakai (PUP). Selama lebih dari 40 tahun setelah memperkuat jajaran kapal perang TNI AL, kapal perang ini banyak dilibatkan dalam operasi militer, baik Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Selain Indonesia, LST 542 class lungsuran Perang Dunia II juga sempat digunakan oleh AL Singapura dan AL Filipina. Bahkan, kiprah kapal ini belum lama membuat gempar di kawasan Laut Cina Selatan, tak lain setelah AL Filipina dengan sengaja menanfaatkan bangkai kapal BRP Sierra Madre yang karam di laut dangkal sebagai basis pangkalan apung Marinir Filipina di kawasan Ayungin Shoal, suatu area yang ikut disengketakan antara Filipina dan Tiongkok. (Gilang Perdana)
Spesifikasi KRI Teluk Bone 511
Class : LST-542
Bobot Mati : 1.625 ton
Bobot Penuh : 4.146 ton
Dimensi : 100 x 15,24 x 4,29 meter
Mesin : 2 × General Motors 12-567 diesel engines, two shafts, twin rudders
Kecepatan max : 12 knots (22 km/h)
Craft carried: 2 × LCVPs
Troops: 16 officers, 147 enlisted men (total bisa dimuati 264 prajurit)
Awak : 7 officers, 104 enlisted men
0 komentar: