latest articles

Minggu, 25 Januari 2015

MSSR 2000-I: Radar Intai Kohanudnas dari Airbus Defence and Space


image304
Karena dimensinya yang besar, radar intai udara jarang ditampilkan di hadapan publik. Tapi lain hal dalam HUT TNI ke-69, Oktober 2014 lalu. Dalam defile HUT TNI yang disebut terbesar yang pernah diselenggarakan, TNI AU dan Kohanudnas turut menampilkan salah satu alutsistanya, yakni radar intai terbaru MSSR 2000-I di hadapan publik.
Seperti diketahui, satuan radar intai dalam operasionalnya ditangani personel TNI AU, namun dalam gugus komandonya berada di bawah Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional). Selain kedatangan Weibel Portable Radar buatan Denmark, MSSR 2000-I juga digadang ikut melengkapi kemampuan indra Kohanudnas guna menutupi beberapa blank spot area yang masih ada di Tanah Air.
Ada dua unit radar MSSR 2000-I yang akan memperkuat Kohanudnas, dengan pengiriman terakhir di jadwalkan tuntas pada awal tahun ini. Monopulse Secondary Surveillance Radar MSSR-I adalah mengadopsi sistem modular penuh, yang memenuhi standar ICAO (International Civil Aviation Organization) untuk Mark X dan Mark XII. Sistem radar ini dapat dikonfigurasi sebagai radar sekunder yang terpisah, atau bisa juga digabungkan menjadi satu set dengan radar pemantau utama.
Large Vertical Aperture (LVA) MSSR 2000-I
Large Vertical Aperture (LVA) MSSR 2000-I
8845f68f
Seperti yang ditampilkan dalam HUT TNI ke-69, antena radar MSSR 2000-I mengusung tipe Large Vertical Aperture (LVA) yang terdiri dari 35 kolom radiator dan mencapai gain antena lebih dari 27 dBi. Daya endus radar ini mampu mendeteksi sasaran sejauh 255 nautical mile (setara 472,2 Km). Dalam waktu bersamaan, radar dapat mendeteksi 1.500 sasaran dalam radius 360 derajat, 400 sasaran dalam radius 45 derajat, 110 sasaran di segmen 3.5 derajat. Dengan kemampuannya, MSSR 2000-I digadang mampu mendukung peran kontrol lalu lintas udara.
Airbus Defence and Space selaku manufaktur, mengklaim radar MSSR 2000-I sebagai satu-satunya radar sekunder yang bersertifikat sesuai dengan standar kontrol lalu lintas udara terkini, baik sipil maupun militer. Beberapa fitur yang ditawarkan radar ini adalah identifikasi otomatis teman-atau-musuh (IFF/identification friend or foe) untuk menghindari friendly fire. MSSR 2000 I juga berkemampuan Mode 5, standar IFF militer terbaru yang akan akan diterapkan kepada seluruh negara NATO.
20090223-eads-hr
Radar MSSR-2000-I dapat disimpan di satu cargo dan dapat plug-in dengan antena delapan meter (26 kaki), dan seluruh sistem terhubung ke kontrol lalu lintas udara atau jaringan pertahanan udara terpadu, dengan menggunakan protokol data radar ASTERIX (All Purpose Structured Eurocontrol Surveillance Information Exchange). Selain Indonesia, radar sekunder ini juga telah digunakan oleh Jerman, Perancis, AL Inggris, Portugal dan otoritas sipil penerbangan di Filipina. (Deni Adi)
Read more

LG-1 MK III: Howitzer 105mm ‘Incaran’ Yon Armed TNI AD





Meski TNI AD sudah mendapatkan meriam tarik (towed) Howitzer 105 mm generasi anyar, yakni tipe KH-178 buatan WIA Corporation (dulu Kia Machine Tool Company) dari Korea Selatan. Namun, sejatinya Artileri Medan (Armed) TNI AD lebih mengidamkan howitzer lain buatan Perancis, yang di maksud adalah LG-1 MK III, howitzer kaliber 105 mm besutan Nexter System.


Ada beberapa poin yang membuat Armed TNI AD kepincut LG-1 MK III, diantaranya dalam pengujian oleh Pussenarmed TNI AD, meriam ini dapat menampilkan performa yang memuaskan, bahkan mampu menandingi meriam M2A2 yang legendaris. Ditambah lagi, LG-1 dalam versi yang lebih senior, LG1 MK II telah di operasikan Resimen Artileri Korps Marinir TNI AL sejak tahun 1994. Kiprah howitzer ini terbilang moncer saat dipakai Marinir TNI AL, enam unit LG-1 MK II sempat berlaga dalam operasi tempur melawan separatis GAM (Gerakan Aceh Merdeka) pada tahun 2003 silam. Total hingga kini, Batalyon Armed Marinir TNI AL mempunyai 20 pucuk LG-1 MK II.

KH-178 di Pameran Alutsista TNI AD 2012.
KH-178 di Pameran Alutsista TNI AD 2012.



KH-178 – Howitzer 105 mm dari Korea Selatan

Sementara itu, dalam MEF (minimum essential force) I, TNI AD sudah mencanangkan untuk mendatangkan 54 pucuk KH-178 guna melengkapi kekuatan tiga batalyon Armed. KH-178 pun sudah kerap ditampilkan di hadapan publik, seperti pada ajang Pameran Alutsista TNI AD yang saban tahun berlangsung di Lapangan Monas. Tapi berdasarkan informasi yang dikutip dari Majalah Commando Edisi 6 Tahun 2012, disebutkan uji tembak KH-178 tidak memuaskan dalam hal akurasi yang diinginkan. Ditambah bobot meriam ini yang dinilai jauh lebih berat dari kompetitornya.

Ibarat merespon umpan, pihak Nexter rupanya makin percaya diri untuk menggolkan penjualan LG-1 MK III ke Indonesia. Ditambah, sebelumnya Nexter berhasil memasok self propelled howitzer 155 mm CAESAR ke Armed TNI AD. Wujudnya, seperti pada Indo Defence 2014 Expo, Nexter memboyong live unit LG-1 MK III ke pameran militer tahunan terbesar di Indonesia ini. Kabarnya , TNI AD akan memesan sebanyak 2 Batalyon (36 unit) LG-1 Mk III, disusul Marinir TNI AL yang ikut memesan 1 kompi LG-1 MK III.

Baca juga: LG-1 MK II – Howtizer Andalan Korps Marinir TNI AL


LG-1 MK III AD Kolombia.
LG-1 MK III AD Kolombia.

Bekal display komputer, menjadi keunggulan pada LG-1 MK III.
Bekal display komputer, menjadi keunggulan pada LG-1 MK III.



Selain sudah punya rekam jejak memuaskan dalam Perang di Afghanistan, bobot LG-1 MK III hanya sekitar 1,5 ton, artinya 1 unit pesawat angkut berat C-130 Hercules dapat membawa 4 pucuk LG-1.

Dalam pengoperasiannya, LG-1 MK III membutuhkan 5 awak, lebih sedikit ketimbang LG-1 MK II yang membutuhkan 7 awak. Pihak pabrikan mengklaim laras L30 yang dimilikinya mampu menembak 12 peluru per menit, dengan daya tahan laras sampai 7.500 kali penembakan. Meriam LG-1 MK III juga bisa menggunakan munisi 105 mm lama yang biasa digunakan pendahulunya. Ini menjadi nilai tambah karena adanya commonality antara TNI AL dan TNI AD. Kalau menggunakan munisi standar M1, jarak tembaknya sekitar 11 Km. Akan tetapi jika menggunakan munisi “extended range” Nexter, maka jarak tembak sampai 17 km.

Radar Fire Finder – Pemburu posisi meriam lawan

Yang tak bisa di lupakan, LG-1 MK III sudah dibekali sistem komputer balistik (built in) untuk setting akurasi pembidikan dan kontrol tembak. Dengan demikian, waktu penyiapan meriam hingga peluru pertama terlontar menjadi lebih singkat. Awak meriam juga akan di mudahkan dalam memetakan sasaran yang telah dipandu oleh tim observer. (Deni Adi|Indomiliter)
Read more

Jumat, 28 November 2014

LCT20 Turret:


 Adopsi Kubah Kanon 20mm di Ranpur Anoa 2 6×6

IMG_20141106_155409
Keluarga seri panser Anoa Pindad kembali mendapat suguhan warga baru, yakni ranpur Anoa 2 6×6 yang kali dibekali kubah kanon 20 mm. Meski adopsi kanon 20 mm bukan sesuatu yang baru, namun mencangkokkan kubah kanon 20 mm pada Anoa jelas menjadi terobosan tersendiri. Wujud ranpur berkubah kanon 20 mm ini telah ditampilkan di hadapan publik dalam ajang Indo Defence 2014.
Dari hasil pengamatan visual di lokasi, pada kubah Anoa 2 6×6 tertulis “PK20 Turret, manufactured by Denel.” Denel adalah manufaktur persenjataan asal Afrika Selatan, dubut Denel juga bukan hal baru di lingkungan TNI. Beberapa senjata besutan Denel yang digunakan TNI seperti senjata anti material NTW-20 dan kanon PSU Vektor G12 yang digunakan di korvet SIGMA Class dan KRI Clurit TNI AL.
IMG_20141106_155500IMG_20141106_155438a08bb78a7c9241a31682853326610cbf??????????????????????????????????????????????????????????????
Sekilas kubah kanon 20 mm di Anoa 2 tampak berdesain lawas, sedikit mengingatkan pada kubah pada tank ringan AMX-13. Tapi setelah ditelusuri, spesifikasi hardware pada kanon ini ternyata sudah cukup maju. Uniknya, meski diberi label PK20 Turret, sejatinya label asli kubah ini adalah LCT20 Turret, Denel merancang kubah ini untuk dipadukan sebagai senjata utama di IFV (Infantry Fighting Vehicle). Sistem operasi pada kubah diawaki oleh dua orang yang didukung kapabiltas perangkat penglihatan siang/malam (advanced electro optical sighting) dan pengukur jarak ke sasaran. Selain senjata utama kanon 20 mm, pada sisi laras kanon utama disematkan senapan mesin sedang kaliber 7,62 mm yang beroperasi secara coaxial. Bekal senjata kaliber 7,62 mm tak hanya dalam wujud coaxial, tapi juga disematkan di bagian atas hatch sebelah kiri, lengkap dengan perisai anti tembakan.
Pengukuran dan analisan sasaran sudah tersedia dalam solusi digital, seperti Gunner Colour Display Panel, juru tembak dapat mengganti moda tembakan secara otomatis untuk penggunaan kanon utama dan senjata coaxial, berikut update informasi jumlah sisa amunisi. LCT20 Turret dapat dimuati 300 amunisi untuk kanon 20 mm, sementara 200 amunisi untuk coaxial gun. Beberapa perangkat canggih untuk gunner yang dibenamkan di kubah LCT20 seperti laser range finder, thermal imaging sight, dan zoomable day camera.
IMG_20141106_155400??????????????????????????????????????????????????????????????
Dari spesifikasinya, bobot kubah secara keseluruhan mencapai 1.550 kg. Sudut elevasi laras antara -8 hingga 38 derajat, serta sudut putar kubah 360 derajat. Untuk perlidungan, di bagian luar kubah terdapat 8 buah pelontar granat asap, masing-masing empat di sisi kanan dan kiri. Kami belum tahu persis, berapa pasukan yang bisa dibawa Anoa berkanon 20 mm. Semisal tak ideal untuk membawa pasukan, mengingat kompartemen yang jadi sempit, maka klasifikasi ranpur ini lebih tebat disebut sebagai AFSV (Armoured Fire Support Vehicle).
Read more

KRI Tarakan 905:

Kapal Tanker Produksi Lokal dengan Kemampuan RAS System

Cover-BCM
Setelah serial LPD (Landing Platform Dock) yang dibuat PT PAL dan LST (Landing Ship Tank) KRI Teluk Bintuni 520 buatan PT Daya Radar Utama, TNI AL diperkuat kembali dengan kapal perang bertonase besar buatan Dalam Negeri. Yang dimaksud adalah KRI Tarakan 905, jenis kapal tanker/BCM (Bantu Cair Minyak) buatan PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (DKB). Kapal dengan bobot kosong 2.400 ton ini seolah menjadi angin segar bagi lini armada kapal tanker TNI AL yang sudah lama mendambakan penambahan kapal untuk tugas dukungan operasi tempur jarak jauh.
Sebagai kapal tanker, KRI Tarakan 905 masuk ke dalam Satuan Tugas Kapal Bantu (Satban) Komando Armada Timur (Koarmatim). Kehadiran KRI Tarakan 905, menambah list keluarga kapal tanker TNI AL yang kini terdiri dari KRI Balikpapan 901, KRI Sambu 902, KRI Arun 903, KRI Sungai Gerong 906, dan KRI Sorong 911. Dari segi tonase, jawara kapal tanker TNI AL masih disabet oleh KRI Arun 903 yang punya bobot 11.520 ton.
KRI Tarakan 905 punya kapasitas angkut 5.500 M3 BBM. Guna mendukung misi operasi, kapal dengan panjang 122 meter ini dilengkapi dengan geladak untuk di darati helikopter ukuran sedang, namun sayangnya tidak ada fasilitas hangar. Seperti halnya KRI Arun 903 dan KRI Sorong 911, KRI Tarakan 905 juga punya kemampuan RAS (Replenishment At Sea) system, yakni mampu mengadakan proses isi ulang bahan bakar ke kapal lain sembari terus berlayar. KRI Tarakan 905 yang punya peran strategis dan taktis, misi yang diemban tak sebatas penyaluran bahan bakar dan pembekalan logistik cair di laut (fleet underway replenishment at sea), melainkan ideal sebagai kapal komando, mendukung misi SAR, dan beragam operasi militer bukan perang.
Peresmian KRI Tarakan 905 oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro pada 26 September 2014.
Peresmian KRI Tarakan 905 oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro pada 26 September 2014.
image22915771_707494612663560_3476184555975481885_n10354178_527780324023978_7884419344062209089_nKRI Tarakan 905
KRI Tarakan 905 diawaki oleh 108 personel, dengan komanda berpangkat Letnan Kolonel. Meski perannya untuk tugas bantuan, tapi identitas KRI Tarakan 905 tetap sebagai kapal perang, untuk itu ada bekal persenjataan untuk pertahanan terbatas, diantaranya 2 pucuk kanon kaliber 20 mm dan 2 pucuk SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm. Dalam misi tempur, sudah barang tentu kapal tanker membutuhkan pengawalan dari KCR (Kapal Cepat Rudal) maupun korvet atau frigat.
Menurut rencana, selepas kehadiran KRI Tarakan 905, masih akan tiba KRI Dumai yang sedang dibuat oleh galangan yang sama. Penamaan Tarakan mengambil latar sejarah bahwa kota tersebut dikenal sebagai salah satu daerah penghasil minyak bumi di Indonesia mempunyai andil yang besar untuk memenuhi kebutuhan BBM di tanah air. (Gilang Perdana)
Spesifikasi KRI Tarakan 905
  • Panjang keseluruhan : 122,40 meter
  • Panjang garis tegak : 113,90 meter
  • Lebar : 16,50 meter
  • Tinggi : 9 meter
  • Berat baja : 2.400 ton
  • Kecepatan max : 18 knot
  • Jarak jelajah : 7.680 Nautical Mile (14.224 Km)
  • Kapasitas muatan cair : 5.500 matrik
  • Tenaga penggerak : 2 buah daya 6.114 PS dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller
Read more

Radar AR 325 Commander:

 Radar Kohanudnas Pemantau Ruang Udara ALKI II
radar3
Wilayah Ambalat adalah salah satu hotspot di perbatasan yang kerap menimbulkan tensi tinggi antara Indonesia dan Malaysia. Selain potensi gesekan di perairan, adanya gesekan yang menyangkut ruang udara juga potensial terjadi, sebut saja TNI AU beberapa kali pernah menyiapkan flight jet pemburu F-16 Fighting Falcon dan Sukhoi Su-27/Su-30 di Lanud Tarakan sebagai pangkalan aju bagi jet tempur TNI AU untuk menjangkau area Ambalat.
Di tiap wilayah di perbatasan, apalagi yang punya potensi konflik tinggi sudah lumrah bila didukung pantauan udara lewat perangkat radar (radio detecting and ranging). Dan, menyangkut palang pintu utara corong tengah Alur Laut Indonesia mendapat perhatian khusus dari Kohanudnas (Komando Pertahahan Udara Nasional). Meski tak ada penempatan skadron tempur di area Tarakan dan Ambalat, namun ruang udara di sekitarnya telah terpantau oleh Satuan Radar (Satrad) 225 yang berbasis di Tarakan, Kalimantan Timur. Peran Satrad 225 tak hanya memberi Early Warning (EW), tetapi juga membawa peran taktis sebagai Ground Controlled Interception (GCI), yakni deteksi dini dan pengendalian langkap intersepsi pesawat tempur sergap, alias menuntun jet pemburu ke posisi black flight.
AR 325 Commander
AR 325 Commander
AR 325 Commander juga digunakan oleh AB Inggris.
AR 325 Commander juga digunakan oleh AB Inggris.
Uniknya, radar yang dioperasikan Satrad 225 Tarakan, punya jenis serupa dengan radar di Satrad 224 di Kwandang, Gorontalo Utara dan Satrad 223 di Balikpapan, Kalimantan Timur. Khusus Satrad 224 punya tugas yang hampir mirip dengan Satrad 225, yakni mengawasi corong tengah Alur Laut Indonesia yang berada di kawasan Utara. Bedanya, bila Satrad 225 Tarakan cakupan (coverage) jangkauan radarnya lebih banyak bersinggungan dengan Malaysia, maka Satrad 224 Kwandang lebih banyak bersinggungan dengan coverage wilayah batas laut Filipina bagian selatan. Wilayah operasi satrad 225 Tarakan berupa garis tengah imaginer dengan garis tengah lebih kurang 940 Km, 2/3 bagian adalah di wilayah udara Nasional Indonesia, sedangkan 1/3 bagian masuk ke wilayah udara Malaysia dan wilayah udara Filipina Selatan.
Sementara Satrad 223 Balikpapan lebih punya peran memantau ruang udara di lokasi obyek vital (obvit) berada, serta mengawasi kondisi udara di sekitar Selat Makassar yang memisahkan antara Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Maklum sebagai alut laut, kawasan ini banyak dilintasi kapal-kapal asing. Sebagai info tambahan, wilayah corong tengah akrab juga disebut sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II).
Pembagian ALKI
Pembagian ALKI
1411556154Satrad_223_BALIKPAPAN1411557291Satrad_225_TARAKAN
Melihat kondisi diatas, sudah barang tentu ketiga Satrad di poros Balipapan, Tarakan, dan Kwandang multlak di dukung perangkat radar yang memadai. Nah, untuk jenis radar yang digunakan ketiga Satrad adalah AR 325 Commander buatan Plessey, Inggris. Radar ini pada dasarnya merupakan Radar Early Warning (EW) dengan Primary dan Secondary Radar. Radar Primary menggunakan TWT dengan jarak jangkau 25 – 470 km, sedangkan Secondary Radar memiliki jarak jangkau 0 – 470 km. Sementara ketinggian sapuan radar mencapai 18.000 meter.
Primary Surveilance Radar (PSR) mampu mendeteksi sasaran di udara sejauh mungkin di wilayah udara nasional dengan memancarkan gelombang elektromagnetis dan memanfaatkan signal echo yang dipantulkan sasaran dan diproses sampai menjadi data tampilan dari sasaran yang ditangkap. Sementara Secondary Surveilance Radar (SSR) mampu mendeteksi sasaran di udara bagi pesawat udara yang menggunakan transponder.
Radar Plessy AR 325 Commander bukanlah jenis baru seperti halnya radar Master T buatan Thales. AR 325 Commander mulai di install pada periode tahun 1992 – 1993. Salah satu fitur yang dimiliki radar AR 325 Commander adalah target scanning melalui perputaran antena yang dikendalikan oleh drive system. Drive system terdiri dari motor dan reduction gear serta membutuhkan suplai bahan bakar yang relatif besar. Proses target scanning dilakukan untuk memperoleh informasi penerbangan seperti range, azimuth, elevation, dan informasi lain yang berdekatan. Parameter-paremeter tersebut merupakan syarat mutlak untuk mendeteksi keberadaan pesawat terbang, baik pesawat komersial maupun pesawat militer. Dengan adanya data-data penerbangan yang akurat, keberadaan suatu pesawat di udara akan mudah diamati secara cermat sehingga dapat memudahkan dalam penentukan tindakan militer yang tepat maupun pengaturan lalu lintas udara.
8179868465_7e16e18110_z
223
Untuk meningkatkan kemampuan operasi Satrad 223 Balikpapan maka pada bulan Juni 1993 telah diinstalasi peralatan Multi-Role Operation Cabin (MROC) yang digunakan sebagai sarana GCI yang diintegrasi dengan 3 (tiga) Radar EW di Kwandang, radar EW Balikpapan, Radar EW Tarakan dan Basic SOC (Sector Operation Center) di Makassar.
Spesifikasi radar Plessey AR 325 Commander
– Frekuensi operasional : 2 -3Ghz
– Jumlah frekuensi : 32
– Jumlah beam : 9
– Gain antena : 41,8 dB
– Azimuth beamwidth : 1,4 derajat
– Elevation beamwidth : 1,5 – 3,5 derajat
– Kisaran jarak jangkau : 25 – 470 km
– Kisaran sudut elevasi : 0 – 20 derajat
– Kecepatan rotasi antena : 6 rpm
Read more